“Sebenarnya apa yang menarik dari kamu
?” sungguh ah aku sama sekali tak
paham. Rasanya kamu biasa-biasa saja. Aku bahkan sama sekali tak mengenalmu.
Aku orang baru disini. tetapi mengapa aku ingin selalu melihatmu. Aku bahkan
kerap kali memata-matai kamu, aku sering mengintip kamu. Batinku selalu
penasaran akan dirimu. Kamu sedang apa ? . kamu dengan siapa ? kamu bagaimana
aku selalu ingin tahu.
Setiap pagi, aku membuka jendela
kamarku, dari balik jendela aku melihat kamu. Kamu sedang membersihkan halaman
rumahmu. Aku perhatikan kamu hingga kamu usai menyapu halaman rumahmu, mataku
tak pernah lepas dari punggungmu, sesekali aku ingin melihat wajahmu. Dan aku
sangat bergembira ketika kamu membalikan badanmu sehingga aku dapat melihat
wajahmu. Kamu melihat aku, kamu tersenyum padaku, aku tersentak malu. Tetapi
aku suka sekali senyummu. Ternyata itu lebihmu. Kamu bisa menggembirakan aku
hanya dengan menyuguhkan punggungmu dan seulas senyummu. Bahagia begitu sederhana, bukan ?
Di siang hari, aku masih penasaran akan
dirimu, aku mencoba keluar dari kamarku, aku senggaja duduk santai di teras
rumahku, agar aku bisa melihat kamu. sedang apakah kamu disiang hari?. Oh
rupanya kamu sedang membantu ayahmu membuat bangunan depan rumahmu. Aku
pandangin terus tubuhmu, kemanapun kamu pergi mataku mengawasimu Dan
sepertinya kamu tahu aku sedang memperhatikanmu. Bisakah kamu datang kemari
padaku ?
Sore tiba, aku tak senggaja melihat
kamu. Kamu tampak rapi dan bersih, dan sepertinya kamu juga wangi, aku ingin
mendekatimu, dan bertanya siapa namamu? , berapa nomor handphonemu, berapa kode
pin BBMmu. Sumpah aku ingin ngobrol banyak denganmu. Tak lama dari itu kamu
lewat depan rumahku, kamu memalingkan wajah ke wajahku, kita saling bertatap
wajah, dan dan bertatap senyum. Sekalipun terpaut jarak 20 meter aku menyukai
caramu tersenyum padaku.
Malamnya, aku ingin segera pagi lagi,
aku ingin segera melihat punggungmu lagi. Semalam suntuk aku memikirkan kamu,
bahkan aku dapat ide untuk mengujungi rumahmu. Aku ingin kerumahmu dengan
alasan hendak meminjam pemotong rumput, aku berharap kamulah yang kan mengambilkan
pemotong rumput itu dan memberikanya padaku. Tetapi apakah aku berani lakukan
itu ? ah seharusnya kamu saja yang mendatangiku, kamu saja yang pura pura
meminjam sesuatu padaku, aku pasti akan mengambilkannya dan meminjamkannya
untukmu. Atau kamu datang kemari langsung saja memberikan sesuatu padaku. Misal
kamu memberiku seikat bunga, atau sekardus coklat kesukaanku. Hahaha, maafkan
aku aku memang mudah jatuh cinta dan suka sekali mengkhayalkannya. Tapi
percayalah padaku, kamu berbeda. Aku sungguh menyukaimu. Sebab dari ribuan
bujang yang pernah aku temui dalam hidup yang setiap hari bangun pagi lalu
bergegas bersih bersih , menyapu halaman rumah ya hanya kamu. Pantas saja
rumahmu bersih dan asri. Seperti wajahmu.
Pagi tiba lagi, aku bergegas bangun dari
tidurku, seperti biasa aku sarapan dengan menatap punggungmu yang sedang
menyapu halaman rumahmu, aku juga menunggu seulas senyumu seperti hari lalu.
Sarapan dengan menatap punggungmu adalah
aktivitas wajibku, setelah menatap punggungmu, aku mengintipmu dari ruang
dapurku. Aku mengintipmu yang sedang memasak, harum masakanmu membuatku semakin
penasaran akan mu, aku yakin cita rasa
masakanmu akan menambah nilai plusmu. Aku memang suka lelaki sepertimu.
Oh kamu, tak tahu kah kamu bahwa aku
mengagumimu ? tak tahu kah kamu bahwa aku selalu memperhatikanmu, bahwa aku
selalu menunggu kamu melihatku dan tersenyum padaku, bahwa aku menunggumu untuk
kamu tanyakan sesuatu padaku ? Oh tampan, siapakah namamu ? boleh kan aku
mengenal tentangmu, setidaknya namamu. Bisakah kita berbincang bincang sedikit,
sekedar basa-basi, ramah tamah bahkan bicara serius. Oh kamu tak masalah bukan
jika esok aku akan membuka pembicaraan padamu, entah dengan cara apa ? mungkin
dengan acting aku meminjam alat pemotong rumput padamu, atau dengan cara aku
meminta garam halus ke dapur, sembari aku hendak mengintip apa yang sedang kamu
masak pada saat itu. Ah aku memang sangat lucu.
Pagi ini akan aku putuskan untuk
meminjam alat pemotong rumput dirumahmu. Dan seperti biasa aku awali dengan membuka
jendela kamarku lalu melongok keluar untuk mendapat sarapanku. Ah bagi yang
indah, tapi mana dirimu ? sampah daun kering di depan rumahmu berserakan. Apa
kamu tak menyapu ? ada apa dengan kamu ? aku mencari carimu. Gelisah melandaku,
aku pergi ke dapur aku pasang indra penciumanku tajam tajam, tapi aku tak
mencium aroma masakanmu. Oh tampan, apa ini hari liburmu untuk menyapu, dan
memasak ? apa kau sedang sakit ? apa apa ? aku mengkhawatirkan mu, oh
tetanggaku.
Hari telah berganti, namun setiap pagi aku
tak lagi dapat sarapanku, aku tak melihat punggungmu , aku tak melihat dirimu
menyapu halamanmu. Cuti nyapu dan masakmu lama sekali. Lihatlah halaman
rumahmu, sampah daun kering sudah numpuk menangis minta di sapu. Kamu kemana
tetanggaku ? apa aku harus mendatangimu ? apa aku yang harus menggantikanmu
menyapu halamanmu ? oh alangkah gundah hatiku, dan alangkah menyesalnya aku tak
dapat lagi melihat dirimu.
Keesokan harinya aku melihat seseorang
sedang menyapu halaman rumahmu, aku begitu bahagia, ternyata kamu sudah selesai
melakukan cuti nyapumu. Tapi kali ini berbeda itu bukan kamu, melaikan seorang
wanita. Mengapa bukan kamu yang menyapu, mengapa harus ibumu. ? apa kamu sudah
jadi pemalas ? ah aku hanya ingin melihat diriku, apa peduliku dengan halaman
rumahmu dan sampah sampah itu. Baiklah
aku terpaksa membawa malu pergi kerumahmu.
“cari siapa nak” tanya pemilik rumah itu.
“eehhh.....aku cari mas yang tinggal
disini, aku hendak pinjam sesuatu darinya” kataku pada orangtua itu
“oh masnya sudah pindah nak, rumah ini
sekarang di kontrakan pada ibu” jawab ibu itu dengan menyematkan senyum. Aku
kecewa tak percaya.
“oh baiklah bu, kalau begitu”.